Jurnal Ilmiah

Panduan SOS

Prog. SOS FAI

Prog. SOS FAI
Sistem Informasi Akademik Mahasiswa FAI Berbasis Online

Popular Posts

Followers

CELEBRITY

Tamu-nya FAI


Beliau adalah Umar bin Khaththab bin Nufail keturunan abdul ‘Uzza al Quraisy dari suku ‘Adi bin Kaab bin Luai salah satu suku terpandang dan mulia. Beliau dilahirkan di Makkah empat tahun sebelum kelahiran Nabi SAW. Umar ibn Khathab masuk Islam pada bulan Zul Hijjah tahun keenam kenabian , yaitu tiga hari setelah keislaman shahabat Hamzah ra.
Nabi SAW memang telah berdoa kepada Allah SWT agar dia masuk Islam sebagaimana hadis yang dikeluarkan oleh al Tirmidzi -dan beliau menshahihkannya- dari ibnu Umar dan hadis yang dikeluarkan oleh al- Thabraniy dari ibnu Mas’ud dan Anas ra. bahwasanya Nabi SAW bersabda:

اللهم أعز الإسلام بأحب الرجلين إليك: بعمربن الخطاب أو بأبي جهل بن هشام

“Ya Allah, muliakanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau cintai ; “Umar ibn Khatthab atau Abu Jahal bin Hisyam”. Ternyata yang lebih dicintai oleh Allah adalah Umar ra.”

Umar ra. dikenal sebagai seorang yang sangat temperamental dan memiliki harga diri yang tinggi. Sangat banyak kaum muslimin yang telah merasakan beragam penganiayaan yang dilakukannya terhadap mereka. Sebenarnya telah terjadi pertentangan batin dalam dirinya. Di satu sisi dia harus menghormati tatanan adat yang telah dibuat oleh nenek moyangnya akan tetapi di sisi lain, dia merasa kagum terhadap mental baja kaum muslimin dalam menghadapi berbagai cobaan demi menjaga akidah mereka . Sisi yang lainnya lagi adalah timbulnya berbagai keraguan dalam dirinya, sementara sebagai seorang yang pandai dia beranggapan bahwa apa yang diseru oleh Islam bisa saja lebih agung dan suci dari agama lainnya. Oleh karena itu begitu ia memberontak, maka langsung saja Umar berteriak lantang, mengumbar emosi.

Mengenai ringkasan kisah keislamannya bermula dari tindakannya pada suatu malam, saat beliau bermalam di luar rumahnya, lalu dia pergi menuju Masjid al Haram dan masuk ke dalam tirai Ka’bah. Saat itu Nabi SAW tengah berdiri melakukan sholat dan membaca surat al Haqqah. Pemandangan itu dimanfaatkan oleh Umar untuk mendengarkan apa yang diucapkan Nabi SAW dengan khusyu’, sehingga membuat dirinya terkesan dengan susunan kalimatnya. Dia berkata,” Aku berkata pada diriku demi Allah, Benar, dia ini tukang syair sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy, lalu beliau Nabi SAW membaca ayat:

إنه لقول رسول كريم ؛ وما هو بقول شاعر قليلا ما تؤمنون

“Sesungguhnya al Qur’an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan al qur’an itu bukanlah perkataan seorang penyair, Sedikit sekali kalian beriman kepadanya (al Haqqah: 40-41)

Lantas aku berkata pada diriku “Kalau begitu, dia tukang tenung” lalu beliau meneruskan bacaannya (yg artinya) “Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb Semesta Alam...” hingga akhir surat tersebut. Maka ketika itulah Islam memasuki relung hatiku.”Inilah awal benih Islam yang memasuki relung hati Umar ibn Khatthab . Akan tetapi kulit luar sentimentil Jahiliyah dan fanatisme terhadap tradisi serta kebangganaan akan agama nenek moyangnya, justru mengalahkan otak hakikat yang dibisikkan oleh hatinya. Sehingga dia tetap bersikeras dalam upayanya melawan Islam , tanpa menghiraukan perasaan yang bersemayam dibalik kulit luar tersebut.

Di antara bukti nyata kekerasan wataknya dan rasa permusuhan yang sudah diluar batas terhadap Rasulullah SAW adalah saat suatu hari dia keluar sambil menghunus pedang hendak membunuh Nabi SAW. Ketika itu dia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah an Nahham al ‘Adawiy, - ada riwayat lain yang mengatakan- “Seseorang dari suku Bani Zahrah” atau “Seseorang dari suku Bani Makhzum” Orang tersebut bertanya ,”Hendak kemana engkau wahai Umar?” Dia menjawab ”Ingin membunuh Muhammad!” Orang tersebut bertanya lagi “Kalau Muhammad engkau bunuh bagaimana engkau akan merasa aman dari kejaran Bani Hasyim dan Bani Zahrah?” Umar menjawab ”Aku rasa engkau telah menjadi penganut agama baru dan telah keluar dari agamamu!” Orang itu kemudian berkata kepada Umar “Maukah aku tunjukkan kepadamu yang lebih mengejutkanmu lagi, wahai Umar? Sesungguhnya adik perempuanmu dan iparmu juga telah menjadi penganut agama baru dan meninggalkan agama yang sekarang engkau peluk!”

Mendengar hal itu , Umar dengan segera berangkat mencari keduanya dan saat dia menjumpai mereka di sana, dia dapati Khabbab bin al Arrat yang membawa shahifah (lembaran al Qur’an) bertuliskan surat “Thaha” dan membacakannya untuk keduanya ( sebab dia secara rutin mendatangi mereka berdua dan membacakan al Qur’an untuk keduanya ). Tatkala Khabbab mendengar langkah Umar , dia menyelinap ke bagian belakang rumah, sedangkan adik perempuan Umar menutupi Shahifah tersebut. Ketika mendekati rumah, Umar telah mendengar Khabbab membacakan ayat untuk meereka berdua, karenanya saat masuk , dia langsung bertanya ”Apa gerangan suara bisik-bisik yang aku dengar dari kalian?” Keduanya menjawab ”Tidak ada apa-apa, hanya sekedar perbincangan di antara kami” Dia berkata lagi ”Nampaknya, kalian berdual telah menjadi penganut agama baru “ Iparnya berkata:”Wahai Umar ! bagaimana pendapatmu jika kebenaran itu berada pada selain agamamu ?”

Mendengar itu, Umar langsung melompat kearah iparnya tersebut, lalu menginjak-injaknya dengan keras. Lantas adik perempuannya datang dan mengangkat suaminya menjauh darinya, namun dia justru ditampar oleh Umar sehingga darah mengalir dari wajahnya – dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan bahwa dia memukulinya sehingga membuatnya terluka memar- Adik perempuannya berkata dengan penuh kemarahan , “Wahai Umar ! jika kebenaran ada pada selain agamamu, maka aku akan bersaksi bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah!” Manakala ‘Umar merasa putus asa dan menyaksikan kondisi adiknya yang berdarah, dia menyesal dan merasa malu lalu berkata, “Berikan tulisan yang ada di tangan kalian tersebut kepadaku agar aku dapat membacanya!” Saudaranya itu berkata ”Sesungguhnya engkau itu najis, dan tidak ada yang boleh menyentuhnya melainkan orang-orang suci. Bangkit dan mandilah dulu!” Kemudian dia bangkit dan mandi, lalu mengambil tulisan tersebut dan membacanya ”Bismillahirrahmanirrahim” Dia bergumam ,”Sungguh nama-nama yang baik dan suci” Kemudian dia melanjutkan dan membaca surat Thaha hingga sampai pada firman Allah :

إننى أنا الله لا إله إلا أنا فاعبدنى وأقم الصلاة لذكرى

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Illah (yang hak) selain AKu, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku” (Thaha:14)

Dia bergumam lagi ”Alangkah indah dan mulianya kalam ini! Kalau begitu , tolong bawa aku kehadapan Muhammad!” Saat Khabbab mendengar ucapan Umar ini , dia segera keluar dari persembunyiannya seraya berkata .” Wahai Umar, bergembiralah karena sesungguhnya aku berharap engkaulah yang dimaksud dalam doa Rasulullah SAW pada malam Kamis :”Ya Allah! muliakanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang paling Engkau cintai, Umar ibn al-Khathab atau Abu Jahal bin Hisyam” Sementara Rasululah SAW saat itu berada di rumah yang terletak di kai bukit Shafa. Umar mengambil pedangnya seraya menghunusnya lalu berangkat hingga tiba di rumah tempat Beliau Nabi SAW berada. Dia mengetuk pintu lalu seorang penjaga pintu mengintip dari celah-celah pintu tersebut dan melihat Umar sedang menghunus pedang. Penjaga tersebut kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah SAW. Para Shahabat yang berjaga bersiaga penuh mengantisipasinya. Gelagat mereka tersebut ,mengundang tanda tanya Hamzah ”Ada apa gerangan dengan kalian?” Mereka menjawab “ Umar!” Dia berkata “Lalu ada apa dengar Umar! bukakan pintu untuknya! Jika dia datang dengan niat baik, kita akan membantunya akan tetapi jika dia datang dengan niat buruk/jahat, kita akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri”

Saat itu Rasulullah SAW masih di dalam rumah dan sedang menerima wahyu, maka beliaupun keluar menyongsongnya dan menjumpainya di bilik. Beliau mencengkeram kerah baju dan gagang pedang Umar, lalu menariknya dengan keras seraya bersabda ,”Tidakkkah engkau berhenti dari tindakanmu, wahai Umar hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan bencana kepadamu sebagaimana yang terjadi terhadap al Walid bin al Mughirah? Ya Allah! inilah Umar ibn al Khathab! Ya Allah! muliakanlah Islam dengan Umar ibn al Khathab!” Maka Umar berkata” Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhadi disembah) selain Allah dan engkau adalah utusan Allah” Dengan demikian dia telah masuk Islam dan disambut dengan pekikan takbir oleh penghuni rumah, sehingga terdengar oleh orang-orang yang berada di Masjid al Haram.

Umar RA. merupakan sosok yang memiliki harga diri yang tinggi dan keinginan yang tidak dapat dicegah. Oleh karena itulah keislamannya menimbulkan goncangan luar biasa di kalangan kaum musyrikin dan membuat mereka semakin merasa terhina dan dipermalukan sementara bagi kaum muslimin hal itu menambah ‘izzah, kemuliaan dan kegembiraan.Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya dari Umar, dia berkata ”Tatkala aku sudah masuk Islam, aku mengingat-ingat, siapa penduduk Makkah yang paling kejam terhadap Nabi SAW. Aku berkata, Pasti Abu Jahal-lah orangnya!. Lalu aku datangi dia dan aku ketuk pintu rumahnya. Diapun keluar menyambutku seraya berkata ”Selamat datang ! ada apa denganmu?” Umar menjawab ”Aku datang untuk memberitahumu bahwa aku telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya., Muhammad SAW, serta membenarkan apa-apa yang telah dibawanya” Lalu dia membanting pintu di hadapan wajahku seraya berkata ”Semoga Allah menjelekkanmu dan apa yang engkau bawa!”

Dalam versi Ibnu al Jauzy, disebutkan bahwa Umar RA berkata “ Dulu jika seseorang masuk Islam, maka orang-orang mendatanginya lantas memukulinya dan dia juga balas memukuli mereka, namun tatkala aku telah masuk Islam, aku mendatangi pamanku , al ‘Ashiy bin Hasyim dan memberitahukan kepadanya hal itu, dia malah masuk rumah. Lalu aku pergi ke salah seorang pembesar Quraisy – sepertinya Abu Jahal- dan memberitahukan padanya perihal keislamanku akan tetapi dia juga malah masuk rumah!” Ibnu Hisyam juga menyebutkan –demikian pula Ibnu al Jauziy secara ringkas- bahwa ketika dia (umar RA- masuk Islam) dia mendatangi Jamil bin Ma’mar al Jumahiy –yang merupakan orang Quraisy yang paling cepat menyebarkan berita - dan memberitahukan kepadanya tentang keislamannya, orang ini langsung berteriak dengan sekeras-kerasnya bahwa Umar ibn al Khathab telah menjadi penganut agama baru. Umar pun menimpali -di belakangnya- “Dia bohong, akan tetapi aku telah masuk Islam!” Merekapun menyergapnya sehingga akhirnya terjadilah pertarungan antara Umar seorang diri melawan mereka. Pertarungan itu baru selesai saat matahari sudah berada tepat di atas kepala mereka. Akan tetapi Umar sudah nampak kepayahan, dia hanya bisa duduk sementara mereka berdiri dekat kepalanya. Umar berkata kepada mereka ”Lakukanlah apa yang kalian suka. Sungguh aku bersumpah atas nama Allah, bahwa andai kami berjumlah tiga ratus orang, niscaya kami biarkan mereka untuk (melawan) kalian atau kalian biarkan mereka untuk (menolong) kami”

Setelah kejadian itu, kaum musyrikin berangkat dalam jumlah besar menuju rumahnya dengan tujuan untuk membunuhnya. Imam al Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, dia berkata ‘”Saat Umar berada di rumahnya dalam kondisi cemas, datanglah al ‘Ash bin Wail al Sahmiy (yang dikenal dengan sebutan) Abu ‘Amr, dengan memakai mantel dan baju terbuat dari sutera. Dia berasal dari suku Bani Sahm yang merupakan sekutu kami di masa Jahiliyyah. al Ash berkata kepada Umar ‘”Ada apa denganmu?” Umar menjawab “Kaummu sesumbar akan membunuhku karena aku masuk Islam!” al Ash melanjutkan “Tidak akan aku biarkan mereka melakukan hal itu kepadamu!” Abdullah bin Umar berkata ’”Setelah dia berkata demikian akupun merasa lega” al Ash kemudian keluar dan mendapatkan banyak orang yang sudah memadati lembah tersebut, lantas dia berkata kepada mereka ”Hendak kemana kalian?” Mereka menjawab ”Menemui si Ibnu al Khathab yang sudah menjadi penganut agama baru!” al Ash berkata ”Kalian tidak akan aku biarkan mengganggunya!” orang-orang itupun akhirnya membubarkan diri

Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan ,”Demi Allah ! seolah-olah mereka itu bagaikan pakaian yang dilepaskan dari (tubuh) nya”. Demikianlah dampak keislaman Umar terhadap kaum musyrikin sedangkan terhadap kaum muslimin adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Mujahid dari Ibnu ‘ Abbas dia berkata ,”Aku bertanya kepada Umar. Kenapa kamu dijuluki al Faruq?” dia berkata “Hamzah masuk Islam tiga hari lebih dulu dariku –selanjutnya di menceritakan kisah keislamannya dan kemudian berkata- lalu aku berkata (saat aku sudah masuk Islam), “Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada di atas kebenaran, mati atau hidup?” Beliau Rasulullah SAW menjawab “ Tentu saja! Demi Zat Yang Jiwaku ditangan-Nya, Sesungguhnya kalian berada di atas kebenaran, mati ataupun hidup!” lalu aku berkata “Lantas untuk apa –kita- harus bersembunyi ? Demi Zat Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kita harus keluar (menampakkan diri) . lalu kami membawa Beliau keluar, kami terbagi dalam dua barisan, salah satunya dipimpin oleh Hamzah, dan yang lainnya, dipimpin olehku. Deru debu yang diakibatkannya ibarat ceceran tepung. Akhirnya kami memasuki Masjid al Haram. Kemudian kaum musyrikin Quraisy menoleh kearahku dan Hamzah, mereka tampak diliputi oleh kesedihan yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Sejak saat itulah Rasulullah SAW menamaiku “al Faruq”

Ibnu Mas’ud sering berkata “Sebelumnya,kami tidak berani melakukan shalat di sisi Ka’bah hingga Umar masuk Islam!” Dari Shuhaib bin Sinan al Rumi Ra. dia berkata ”Ketika Umar RA masuk Islam,barulah Islam menampakkan diri dan dakwah kepadanya dilakukan secara melingkar di sekitar Baitullah, melakukan Thawwaf, mengimbangi perlakuan orang yang kasar kepada kami serta membalas sebagian yang diperbuatnya” Dari Abdullah bin Mas’ud , dia berkata ”Kami senantiasa merasakan ‘izzah sejak Umar masuk Islam!”

B. Umar RA Memangku Jabatan Khalifah Rasyidun

Setelah beliau menjabat sebagai khalifah, maka banyak persoalan dan tantangan yang dihadapi dalam lapangan sosial dan politik akibat perubahan zaman dan perkembangan wilayah Islam. Kebijaksanaan yang dilakukan oleh Umar r.a sebagai kepala negara meliputi pengembangan daerah kekuasaan Islam, pembenahan birokrasi pemerintahan, peningkatan kesejahteraan rakyat, pembentukan tentara reguler yang digaji oleh negara, pengembangan demokrasi dan kebijakan –kebijakan yang lainnya. Pada pembahasan berikut ini akan disimpulkan langkah-langkah khalifah Umar r.a dalam mengorganisir pemerintahannya. Perluasan Daerah. Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (634 – 644 M) kekuasaan Islam telah melebarkan sayapnya melampaui jazirah Arabia. Penaklukan demi penaklukan dilakukan pada masa Umar. Bahkan dua negara adidaya kala itu, Persia dan Bizantium, berhasil jatuh ke tangan umat Islam.

Pada tahun 635 M, tentara Islam dibawah pimpinan Khalid ibn Walid berhasil menaklukkan Damaskus. Setahun kemudian setelah tentara bizantium mengalami kekalahan pada perang Yarmuk, praktis seluruh wilayah Syria berhasil dikuasai Islam. Pada tahun 637, dipimpin oleh panglima perang Sa’d ibn Abi Waqqash, Irak berhasil pula dikuasai setelah berkecamuknya perang di Qadisiyah. Seluruh Irak praktis berada dalam kekuasaan Islam menjelang Khalifah Umar r.a wafat. Kemudian pada tahun 639 M, dibawah komando Amr ibn ‘Ash, Mesir berhasil pula dikuasai. Setahun kemudian tentara Islam berhasil menhancurkan imperium Persia. Pada tahun berikutnya, 641 M, Palestina yang dikuasai Bizantium jatuh ketangan ummat Islam. Kota Yerussalem yang di dalamnya terletak Baitul Maqdis merupakan yang terakhir jatuh ke tangan Islam secara damai. Adalah Umar r.a sendiri yang datang ke sana untuk menandatangani perjanjian damai tersebut.

Sistem Pemerintahan
Luasnya daerah kekuasaan Islam ini membuat Umar r.a merasa perlu membenahi dan menyempurnakan sistem pemerintahan yang telah dijalankan khalifah Abu Bakar r.a sebelumnya. Umar mengadakan pembaharuan signifikan dalam bidang administrasi negara. Dengan tetap menjadikan kota Madinah sebagai pusat pemerintahan Islam, Umar meminta kepada tokoh-tokoh sahabat senior untuk tidak meninggalkan kota Madinah. Umar membutuhkan tenaga mereka untuk memberi masukan-masukan dalam pelaksannaan tugas-tugasnya. Para sahabat senior inilah yang menjadi anggota “Majlis Syura” sebagai teman bermusyawarah atau berfungsi sebagai penasehat untuk menentukan kebijakan-kebijakan politiknya. Umar juga menempatkan Ustman ibn Affan sebagai sekretaris negara. Selain majlis syura, Umar juga melakukan musyawarah secara umum dengan kaum muslimin, untuk mendengar dan mengetahui aspirasi mereka. Hasil musyawarah ini kemudian dibawa ke forum majelis syura, sehingga keputusan yang akan diambil sesuai dengan kemaslahatan umat.

Umar juga memanfaatkan musim haji sebagai forum untuk mengadakan evaluasi atas pemerintahannya. Pada saat itu, Umar mengumpulkan para pejabat negara dan gubernur-gubernur di daerah . Mereka memberi laporan terhadap perkembangan pemerintahan di daerah masing-masing dan keluhan-keluhan rakyatnya. Pada masa pemerintahannya daerah-daerah dibagi menjadi delapan propisnsi, yaitu Madinah, Makkah, Syiria, Jazirah, Kufah, Basrah, Mesir adan Palestina. Pada masa Umar lembaga-lembaga penting untuk pertama kalinya dibentuk. Umar membentuk lembaga kepolisian (Diwan al Ahdats) untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat dan lembaga pekerjaan umum (Nazhrat al Nafi’ah) yang menangani masalah pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial, seperti gedung-gedung pemerintahan irigasi dan rumah sakit. Lembaga peradilan (al Qadla) juga mulai berdiri sendiri terpisah dari kekuasaan ekskutif. Umar juga membentuk departemen perpajakan (Diwan al Kharaj) untuk mengerlola perpajakan daerah-daerah yang dikuasai. Untuk mempertahankan diri dari serangan luar Umar merasa bahwa tentara harus dikelola oleh negara secara profesional. Untuk itu Umar pun membentuk departemen pertahanan dan keamanan (Diwan al Jund) yang mengurus dan mengorganisir masalah-masalah ketentaraan. Tentara tidak lagi dari anggota masyarakat yang dibutuhkan tenaganya ketika akan berperang, akan tetapi disiapkan secara khusus dan profesional. Mereka mendapat gaji dari negara. Pembentukan tentara profesional ini merupakan konskuensi logis dari penaklukan-penaklukan Islam terhadap daerah-daerah sekitarnya . Umar memandang bahwa tentara yang kuat merupakan syarat mutlak untuk menjaga keamanan dalam negeri dan mengendalikan wilayah –wilayah yang dikuasai.

Di samping itu Umar juga mendirikan kantor Perbendaharaan dan Keuangan Negara (Bait al Mal) yang permanen, menempa mata uang dan menetapkan tahun hijriah sebagai sistem kalender Islam. Para ahli berbeda pendapat tentang kapan Umar mulai membentuk lembaga-lembaga tersebut. Menurut al Thabari, Umar membentuk lembaga-lembaga negara pada tahun 15 H, atau tahun ketiga pemerintahannya. Sedangkan ibn Saad menyatakan bahwa pembentukan itu dimulai pada bulan Muharram tahun 20 H. Pendapat kedua ini lebih kuat menurut pandangan Haikal karena pada tahun tersebutlah penaklukan besar-besaran dilakukan oleh Umar, termasuk negara adidaya Bizantium dan Persia, Umar sendiri membentuk lembaga-lembaga tersebut diilhami oleh sistem pemerintahan yang dijalankan oleh kedua negara tersebut.

Untuk pemerintahan di daerah Umar mengangkat gubernur yang mempunyai otonomi yang luas, mereka menjalankan tugas dan fungsi sebagai pembantu khalifah. Sebagaimana halnya peradilan di pusat yang terpisah dari keuasaan ekskutif , diberbagai daerah juga diangkat beberapa hakim yang bebas dari pengaruh gubernur dan Khalifah. Mereka melaksanakan peradilan yang bebas dan mandiri. Dalam rekruetmen pejabat, Umar terkenal sangat mementingkan profesionalisme dan kemampuan dalam bidang tugasnya. Di samping itu aspirasi rakyat setempat yang berkembang juga cukup didengar oleh Umar. Dengan demikian Umar menjauhkan diri dari kebijkasanan nepotisme dan main drop-dropan dari atas untuk menentukan pejabat. Dalam sebuah kasus Umar pernah memecat Ammar bin Yasr sebagai gubernur Kufah karena “arus bawah” tiadak meras puas atas kepemimpinannya. Menurut masyarakat Kufah, Ammar tidak mengetahui seluk beluk politik pemerintahan sehingga tidak pantas memegang jabatan tersebut. Selain itu Umar juga mewajibkan calon pejabat untuk menjelaskan secara terbuka kekayaan yang dimilikinya sebelum memangku jabatan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana ia memperoleh harta dalam masa jabatannya. Kalau ternyata ada yang berasal dari hasil tidak sah, maka Umar menyitanya sebagai milik negara. Umar pun pernah membebaskan Sa’d ibn Abi Waqqas dari jabatannya sebagai gubernur Kufah karena kasus tersebut di atas dan hartanya disita menjadi milik negara. Harta tersebut kemudian dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan. Demikian juga Abu Hurairah yang dibebaskan dari jabatannya sebagai kepala daerah di Bahrain karena kasus yang sama. Umarpun mewajibkan hidup sederhana kepada para pejabatnya.

Umar terkenal sangat tegas terhadap pejabat-pejabatnya namun lembut dan penuh kasih sayang kepada rakyatnya. Kepada rakyat yang dijumpai di Madinah atau ketika musim haji, Umar selalu mengatakan bahwa ia mengirimkan pejabat kepada mereka bukan untuk berlaku zalim atau memukuli mereka melainkan untuk mengajarkan agama dan membagi rampasan perang buat mereka. Karenanya ia tidak dapat menerima perlakuan pejabatnya yang mezalimi rakyat. Dalam sebuah kasus pernah Umar menghukum gubernur Mesir Amr ibn al ‘Ash karena menyakiti warga Mesir. Kisahnya berawal ketika Muhammad anak Amr ibn al Ash kalah dalam sebuah pacuan kuda dengan orang Mesir tersebut. Karena malu anak Amr tersebut mengasari dan memukuli orang Mesir tersebut dengan cemeti. Amr yang tahu kejadian ini tidak berbuat apa-apa, bahkan ia memenjarakan orang Mesir itu agar tidak memberitahukannya kepada Khalifah Umar. Akhirnya, setelah berhasil meloloskan diri dari penjara, orang Mesir tersebut pergi ke Madinah menemui khalifah dan menceritakan kasusnya. Umar memanggil gubernur beserta anaknya dan menyuruh warga Mesir tersebut bermalam di Madinah menunggu kasusnya diproses. Ketika gubernur Amr beserta anaknya dipertemukan dengan orang Mesir itu, Umar meminta orang Mesir itu untuk membalaskan (mengqishas) perlakuan buruk yang pernah dilakukan oleh Muhammad bin Amr sekaligus orang tuanya yakni Amr bin al Ash, karena selaku gubernur ia membiarkan anaknya berbuat zalim terhadap rakyat jelata dan bahkan memenjarakannya. Namun Amr keberatan dengan hukuman tersebut, karena ia merasa dilecehkan kedudukannya sebagai pejabat negara. Umarpun marah kepada Amr bin al Ash sambil mengatakan “Hai Amr, sejak kapan kamu memperbudak manusia padahal ia dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka?”

Dari gambaran diatas terlihat bahwa Umar telah membagi kekuasaan secara terpisah . Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam Umar mulai memisahkan kekuasaan Legislatif (Majlis Syura) Yudikatif (Qadla) san Ekskutif (Khalifah) mesklipun tentu saja pemisahan ini tidak bisa diperbandingkan dengan sistem pemerintahan modern trias politika seperti sekarang ini. Kebijakan ini menunjukkan bahwa Umar memang seorang negarawan dan administrator yang bijak. Umar tidak mencampuradukkan tiga kekuasaan tersebut, sehingga pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan membawa kepada kemaslahatan umat Islam. Masa pemerintahan Umar dapat diangap sebagai masa peningkatan kesejahteraan rakyat. Perluasan daerah membawa dampak banyaknya devisa negara yang masuk baik dari rampasan perang maupun pajak yang dibayarkan oleh daerah-daerah yang ditundukkan . Karenanya Umar berusaha memanfatkan keuangan negara tersebut untuk kesejahteraan rakyatnya. Untuk itu Umar memberi tunjangan kepada kaum muslimin. Pemberian ini diatur berdasarkan nasab kepada Nabi, senioritas,dalam masuk Islam, jasa dan perjuangan mereka dalam menegakkan Islam. Rincian tunjangan tersebut adalah :
1. Keluarga Nbi:
a. Abbas ibn Abdul Muthallib: 25.000 dirham
b. Aisyah : 12.000 dirham
c. Istri-istri Nabi lainnya : 10.000 dirham
d. Shafiyah :6.000 dirham
e. Juwairiyah :6.000 dirham

2. Veteran perang Badar
a. Umar ibn al Khathab 5.000 dirham
b. Ali ibn Abi Thalib 5.000 dirham
c. Ustman bin Affan 5.000 dirham
d. Hasan bin Ali 5.000 dirham
e. Husein bin Ali 5.000 dirham

3. Kelompok Anshor
a. Abu Dzar al Ghiffari 4.000 dirham
b. Muhammad bin Maslamah 4.000 dirham

4. Tokoh-tokoh Badar hingga Hudaibiyah 4.000 dirham
5. Orang yang hijrah ke Habsyi 4000 dirham
6. Orang hijrah sebelum Fath al Mekkah 3000 dirham
7. Orang yang ikut dalam perjanjian Hudaibiyah hingga penumpasan gerakan murtad 3000 dirham
8. Orang yang hidup pada masa Fathu Makkah hingga perang Qadisiyah 2000 dirham
9. Orang yang hidup pada perang Qadisiyah hingga Yarmuk 1000 dirham
10. Panglima perang 7.000 s.d. 8000 dirham
11. Abdullah bin Umar 3000 dirham
12. Usamah bin Zaid 4000 dirham
13. Penduduk Yaman Syam dan Iraq 1000-2000 dirham
14. Istri-istri kaum Muhajirin dan Anshar 600 dirham
15. Penduduk Makkah 800 dirham
16. Ibu yang menyusui 200 dirham
17. Bayi yang baru dilahirkan 100 dirham.

Selain yang tercatat di atas, Umar juga menyediakan dana kesejahteraan kepada setiap anak pungut atau terlantar sebesar 100 dirham yang diambilkan dari Bait al Mal dan disampaikan oleh walinya. Makin besar anak itu, maka pemberian untuknyapun semakin besar pula. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa Khalifah Umar memberikan tunjangan sosial kepada setiap jiwa yang berhak. Untuk itu pertama kali dalam sejarah Islam, Umar mengadakan “sensus penduduk” untuk mengetahui cacah jiwa yang berhak mendapat bantuan. Untuk daerah Madniah Umar sendiri yang menyerahkan pemberian tersebut kepada rakyatnya. Demikian juga untuk kabilah-kabilah yang tidak jauh dari Madinah . Sedangkan untuk pemberian di daerah dilakukan oleh kepala-kepala daerah setempat dengan dasar sistem yang telah digariskan Umar.

Sistem Peradilan
Seperti disinggung di atas, Umar melakukan perubahan mendasar dalam kekuasaan peradilan dengan memisahkannya dari ekskutif. Umar mengangkat Abu Darda’ sebagai hakim di Madinah, sedangkan untuk hakim-hakim daerah Umar mengangkat Syuraih untuk Basrah, Abu Musa al Asy’ari untuk Kufah dan Utsman ibn Qais ibn Abi al Ash untuk Mesir. Mereka diberi kewenangan yang luas dan bebas dari intervensi kekuasaaan ekskutif. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa hakim-hakim baik di pusat maupun di daerah diberikan wewenang yang luas untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan sengketa harta atau hukum perdata. Sedangkan untuk masalah-masalah tindak pidana seperti qishas atau hudud, Umar sendirilah yang menanganinya.

Dalam bidang hukum dan peradilan Umar banyak melakukan ijtihad dalam berbagai masalah umat. Ada bebrapa ijtihad Umar yang kontroversial dan menimbulkan polemik dikalangan sahabat, karena sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh NAbi SAW. maupun oleh Abu Bakar ra. Umar tidak pernah memotong tangan pencuri karena terpaksa. Umar juga tidak membagi-bagikan harta rampasan perang berupa tanah Sawad di Iraq dan di Syria kepada tentara yang berperang, akan tetapi membiarkannya tetap digarap oleh pemiliknya. Selain itu Umar juga tidak memberi bagian zakat kepada muallaf. Banyak sahabat yang mengritik kebijakan Umar terhadap masalah-masalah tersebut. Namun yang patut digarisbawahi adalah tradisi musyawarah yang tidak pernah ditinggalkan Umar di dalam memecahkan masalah-masalah tersebut. Dalam kasus rampasan perang misalnya, Umar membuka forum diskusi yang bebas dengan sahabat baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshor. Umar mendengar dan mempertimbangkan pendapat mereka. Dalam forum ini para sahabat tidak segan-segan mendebat dan membantah pendapat kepala negara. Sebaliknya Umarpun tidak melayani mereka dengan emosional, akan tetapi dengan rasional dan jawaban yang argumentatif. Akhirnya Umarpun dapat menyakinkan sahabat lainnya yang membantahnya sehingga pendapatnya dapat diterima.

Di antara sahabat yang paling banyak diajak berdiskusi tentang persoalan hukum dan kadang bahkan mengkritik ijtihad hukum yang dilakukan oleh Khalifah Umar adalah sahabat Ali ibn Abi Thalib. Dalam sebuah bukku karya Dr. Ruway”i ar Ruhailiy yang berjudul :Fiqhu Umar Ibn al Khathab Muwadzinan bi Fiqhi Asyhuri al Mujtahidin disebutkan beberapa contoh kasus dimana Sahabat Ali seringkali meluruskan keputusan hukum yang dijatuhkan Umar dalam kasus-kasus tertentu. Seperti dalam kasus seorang wanita gila yang berzina oleh Umar wanita itu hendak dirajamnya. Lantas Ali mengingatkan Umar tentang adanya hadis yang melarang menjatuhkan hukuman kepada tiga kelompok orang yakni orang gila sampai ia sembuh, orang yang tertidur sampai ia bangun dan anak kecil sampai ia dewasa. Atas saran Ali kemudian Umar mencabut hukuman rajam itu dan mengucapkan takbir. (H.R Sunan Abu Daud Jilid II, hlm.451 sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Ruhailiy)

Sistem Suksesi
Dalam masalah suksesi Umar menempuh cara yang berbeda dengan Abu Bakar ra . Setelah mengalami luka parah akibat tikaman seorang budak Persia bernama Abu Lu’luah para sahabat merasa khawatir kalau-kalau Umar meninggal dunia dan tidak sempat meninggalkan pesan tentang penggantinya. Ini bisa membahayakan umat islam, mengingat trauma Saqifah Bani Sa’diyah masih belum hilang. Mulanya Umar menolak memenuhi permintaan sahabat-sahabat tersebut. Menurutnya orang yang pantas untuk untuk menduduki jabatan puncak, untuk menggantikannya, sudah lebih dulu meninggal . diantara sahabat kemudian mengusulkan agar Umar menunjuk putranya ‘Abdullah menjadi penggantinya. Mendengar perminaaan ini Umarpun marah dan mengaskan bahwa cukup hanya seorang Umar dari keluarganya yang mendapat kehormatan menjadi pemimpin umat islam. Akhirnya sahabat pulang dari rumah Umar dengan perasaan kecewa.

Namun mengingat bahaya perpecahan semakin kelihatan bila umar tidak meninggalkan wasiat tentang penggantinya, para sahabat kemudian mengunjungi Umar lagi dan mendesaknya agar menunjuk penggantinya. Umar pun tidak bisa mengelak dari permintaan tersebut. Hanya saja Umar tidak langsaung menunjuk seseorang sebagai penggantinya seperti dilakukan oleh Abu Bakar terhadap dirinya . Umar memilih enam sahabat senior yang terdiri dari Ustman, Ali Karramallahu Wajhah , Abdurrahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Zubeir bin Awwam, Sa’d ibn Abi Waqqash dan putranya sendiri Abdullah. Mereka inilah tim formatur yang akan menunjuk siapa diantara mereka yang menjadi khalifah. Namun Umar menggaris bawahi bahwa putranya Abdullah tidak boleh dipilih. Di samping itu Umar juga menjelaskan aturan main pemilihan khalifah. Umar berpesan bahwa bila empat atau lima orang sepakat memilih seseorang untuk menjadi khalifah dan satu atau dua orang membangkang, maka yang membangkang tersebut harus dipenggal lehernya. Kalau suara berimbang 3:3 maka keputusan akan diserahkan kepada Abdullah ibn Umar. Tetapi kalau keputusan ibn Umar juga tidak dapat disepakati maka yang menjadi khalifah adalah calon yang dipilih oleh kelompok Abdurrahman bin Auf. Kalau ini tidak disetujui juga penggal saja orang yang membangkang tersebut.

Setelah Umar wafat dan dimakamkan, mulailah tim formatur –tolhah tidak ikut karena tidak ada di Madinah- mengadakan musyawarah. Sejak semula jalannya musyawarah ini benar-benar alot dan ketat. Masing-masing ingin menduduki jabatan khalifah . Abdurahman bin Auf menawarkan agar ada di antara anggota musyawarah yang mengundurkan diri. Namun tak ada seorangpun yang bersedia. Akhirnya Abdurrahman bin Auf sendiri yang memulainya. Setelah itu beliau melobi anggota lainnya. Ia menanyakan kepada Ustman siapa yang pantas menjadi khalifah, seandainya ia tidak terpilih, Utsman menjawab Ali, Lalu pertanyaan yang sama ditujukan kepada Zubeir dan Sa’d secara terpisah. Keduanya menjawab, Ustman. Ketika Ali disodorkan pertanyaan yang sama, jawaban yang diberikannya juga, Utsman.

Dari jawaban-jawaban tersebut dapat ditarik polarisasi kekuatan yaitu Ali dan Ustman. Polarisasi ini juga mengkristal dalam masyarakat Madinah. Selanjutnya Abdurrahman memanggil Ali dan menanyakan seandainya ia terpilih menjadi khalifah , sangggupkah ia melaksanakan tugasnya berdasarkan al Qur’an dan as sunnah. serta meneruskan kebijakan khalifah Abu Bakar dan Umar . Ali karena kepolosannya dan rasa tawadlu’nya hanya menjawab bahwa ia berharap dapat menjalankannya sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya. Setelah itu Abdurrahman bin Auf memanggil Utsman dan menyodorkan pertanyaan serupa Ustman pun menjawab:”Ya sanggup!” Akhirnya Utsman pun dibaiat menjadi khalifah ketiga dalam usia 70 tahun. Di lain fihak Ali sangat kecewa dan merasa dirugikan dengan sistem pemilihan yang dimotori Abdurrahman. Meskipun akhirnya Ali juga ikut membaiat Utsman. Dari sistem pemilihan yang digariskan di atas agaknya Umar sudah merasa kekuatan politik Islam sudah semakin kuat. Umar tidak merasa khawatir akan perpecahan dalam tubuh umat Islam seperti halnya Abu Bakar karena ia telah meletakkan sendi-sendi demokrasi dan memperkokoh Daulah Islamiyah. Oleh sebab itu Umar memberikan kesempatan kepada sahabat sepeninggalnya untuk melaksanakan sistem musyawarah yang digariskannya dalam memilih anggotanya.

Daftar Rujukan :
[1] Ibn Hisyam, al Sirah an Nabawiyyah, h. 292 [2] Sunan al Tirmizdi, Bab Manaqib Abu hafsh Umar ibn al Khathab, II / h. 209 [3] Abdurrahman bin al Jauzi, Tarikh Umar ibn al Khathab, h. 6 [4] Ibnu Hisyam, al Sirah an Nabawiyyah, h. 344 [5] Abdurrahman bin al Jauzi, Tarikh Umar ibn al Khathab, h. 10 [6] Abdurrahman bin al Jauzi, Tarikh Umar ibn al Khathab, h.7,10,11 juga Ibnu Hisyam, al Sirah an Nabawiyyah, h.343-346 [7] Ibnu Hisyam, al Sirah an Nabawiyyah, h.349, 350 [8] Abdurrahman bin al Jauzi, Tarikh Umar ibn al Khathab, h. 8 [9] Ibnu Hisyam, al Sirah an Nabawiyyah, h.349 [10] Abdurrahman bin al Jauzi, Tarikh Umar ibn al Khathab, h. 6,7 [11] Muhammad bin Abdul Wahhab at Tamimi an-Najd, Muhtashar Sirah ar-Rasul, h. 103 [12] Abdurrahman bin al Jauzi, Tarikh Umar ibn al Khathab, h. 13 [13] Shahih Bukhari, Bab Islamu Umar ibn al Khathab, I / h.545 14 Ahmad Amin, Fajr al Islam, (Kairo:Maktabah al Nahdlah al Mishriyyah, T.Tp)Jilid I, hlm .9-11 [15] Sulaiman M. al Thamawi, Umar Ibn al Khathab, (Kairo: dar al Fikr al Arabi, T.Tp, hlm. 307-308 [16] Thaha Husein, al Syaikhani, Ali Audah (Penerjemah) Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam, Abu Bakar dan Umar (Jakarta:Pustaka Jaya , 1986) hlm. 234 [17] Thaha Husein, al Syaikhani, Ali Audah (Penerjemah) Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam, Abu Bakar dan Umar (Jakarta:Pustaka Jaya , 1986) hlm. 235-236 [18] Sulaiman M. al Thamawi, Umar Ibn al Khathab, (Kairo: dar al Fikr al Arabi, T.Tp, hlm..281-282


7 komentar

  1. BeDa Says:
  2. Subhanallah, Umar bin Khatab, pemimpin yang luar biasa. Banyak keteladanannya yang sangat bermanfaat bagi umat.

     
  3. narti Says:
  4. assalamu'alaikum
    met siang mba...
    artikelnya panjang sekali, ijin copas aja ya mba...
    makasih sharing artikelnya.

     
  5. wah..kalau membaca kisah sahabat rasanya ingin sekali mengeluarkan air mata karena terharu atas perjuanganya...

     
  6. wah artikel bagus nech... mohon izin untuk copas ya gan...

     
  7. Anonymous Says:
  8. tulisannya bagus mas. Mas ada ndak buku Tentang "Fiqih Umar Ibn Khaththab Khususnya yang membahas tentang zakat, saya lagi butuh untuk bahan penelitian. Buku yang mas sebutkan dalam tulisan ada ndak yang membahas tentang zakat pada masa umar.? Mohon bantuannya dan terima kasih sebelumnya. Infonya di tunggu di Email: fachruddin.nas.cg@gmail.com

     
  9. Tulisannya bagus mas. Mas ada ndak buku Tentang "Fiqih Umar Ibn Khaththab Khususnya yang membahas tentang zakat, saya lagi butuh untuk bahan penelitian. Buku yang mas sebutkan dalam tulisan ada ndak yang membahas tentang zakat pada masa umar.? Mohon bantuannya dan terima kasih sebelumnya. Infonya di tunggu di Email: fachruddin.nas.cg@gmail.com

     
  10. miiu Says:
  11. waaah umaaaarrr :D . hhe . makasii info na , suka bgd ^^

     

Post a Comment

Terimakasih atas komentar dan kunjungannya, salam manis buat sobat semua

Download MK

MSI

Translator



English French German Spain Dutch Arabic

Recent Post

DAFTAR ISI BLOG

1.Blog Sejenis
2.Line Website UNISMA
3.Jam’ul Qur’an
4.Hadis Pra Modifikasi
5.Kampus Pusat Budaya
6.Qawaidul Fiqhiyyah
7.Sarjana Pengangguran
8.Penyimpangan dalam Penafsiran al Qur’an
9.Implementasi Ilmu Islam dalam Peguruan Tinggi Islam
10.Pemikiran Ibn Miskawaih Dlm Pendidikan
11.Otentisitas Hadis versi Orientalis
12.Maqashid al Tasyri’
13.Sejarah Peradilan Islam
14.Mengais Kembali Konsep Turats
15.Sufi Martir Ain Qudhat
16.Tema Pokok al Qur’an
17.Metodologi Penelitian
18.Nilai Maslahat dan HAM dalam Maqashid al Tasyri’
19.Pembaharuan Kurikulum Dasar Menengah
20.Pemikiran al Mawardi
21.Tasawwuf al Falsafi
22.Profil Dosen FAI UNISMA
23.Download Bahan Kuliah
24.Ikhtilaf al Hadis Part. I
25.Ikhtilaf al Hadis Part. II
26.Filsafat Ibn Rusyd
27.Inkar as Sunnah I
28.IInkar as Sunnah Part. II
29.Beasiswa Kuliah Gratis
30.Download MAteri Perkuliahan
31.Uji Timbang Blog
32.Award Pertama Buat FAI
33.Hakikat Manusia : Sebuah Renungan
34.Award oh Award
35.Pengumuman Mengikuti Beasiswa
36. Blog-ku Istana-ku
37.Kuliah Umum di FAI Unisma
38. Info LAnjutan Beasiswa
39. Dukungan Untuk Sang Guru
40. Zikir Akbar di Unisma
41.Ujian Seleksi Kuliah Beasiswa
42. Habil dan Qabil di Era Global
43. Suasana Ujian Seleksi Beasiswa
44. Mengapa aku harus memilih?
45.Pengumuman Hasil Ujian
46. award Dari Sobat Blogger
47. Psikotest Mahasiwa Beasiswa
48. Award Maning
49.Award Blogging 4 Earth
50. Pengumuman Hasil Ujian
51.Award Motivasi & Perilaku
52. Sistem Pembekalan Akademik
53. Award Tiad aPernah Berakhir
54. Light Up The Noght
55.Cap Jempol Darah
56.Awardmu-Awardku-AwardKita
57.Anti Mati Gaya Open Minded
58.Award Is Never Die
59.KEM tingkat Nasional
60.Pengumuman Kuliah Umum
61.Virus Malas Ngeblog
62.Pengumuman Hasil Seleksi Ujian
63. Prote Hasil Pilpres
64. Ramadhan Itu Datang Lagi
65.Orientasi Pendidikan MABA UNISMA
66.Download PPT HAM dan Gender
67.Gus Dur:Sang Guru Bangsa
68.Gerakan Fundamentalisme Islam
69.Download E-Book
70.FAI UNISMA
71.Umar Ibn al Khaththab
72.Beasiswa Kuliah Prodi PGMI
73.Ikhtilaf al Hadis Part. II
74.Gelar Doa sivitas FAI UNISMA
75.Pengumuman Pelaksanaan Tes Ujian Prodi PGMI
76.Pengumuman Hasil Tes Ujian Prodi PGMI
77.Beasiswa S2 Prodi Hukum Islam PPS UNISMA
78.Selamat Jalan Akhi
79.Pesta Demokrasi
80.Ordik MABA UNISMA
81.Islam Rahmat Lil Alamin
82.Beasiswa Bagi Guru PAI di Kemendiknas
83.Hasil Akreditasi PGMI
84.Rekonstruksi Kurikulum FAI UNISMA
85.Beasiswa Perkuliahan Prodi PAI
86. Ketentuan Lomba Lustrum
87. Pengumuman Hasil Psikotes
88. Beasiswa Untuk Guru PAI
89. Islam dan Ilmu Pengetahuan
90. Pengumuman Kelulusan Penerima Beasiswa
91. Pengumuman Hasil Seleksi Ujian Tulis
92. Maqamat dan Ahwal al Sufiyah
93. Ikhtilah Ulama